Rabu, 07 Januari 2015

Candi Arjuna

Candi Arjuna merupakan salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng. Di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di kompleks tersebut. Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini saling berhadapan. Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi Arjuna. Candi Arjuna berukuran 6 x 6 m dan menghadap ke arah barat. Pada pintu masuk dan relung-relungnya dihiasi kala makara. Atap candi berjenjang dengan menara-menara kecil di setiap sudut. Ditemukannya prasasti berangka tahun 731 Caka (809 M) di dekat Candi Arjuna dapat menjadi petunjuk pembangunan candi sekitar awal abad IX M. [1] Lingkungan sekitar candi juga kurang mendukung pemeliharaan. Lahannya sudah lama digarap penduduk untuk lahan pertanian tanaman kentang, sayur-mayur, dan bunga-bungaan. Mulai tahun 2010 kompleks Candi Arjuna mulai digunakan untuk pengembangan wisata yang dikemas oleh Dinas Pariwisata Banjarnegara dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Mereka menyelenggarakan acara budaya tahunan yang telah dikenal dengan nama DCF (Dieng Culture Festival).(sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia)

Selasa, 06 Januari 2015

Candi Prambanan

Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan. Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten, [1] kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[2] Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten. Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.[3] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[4] Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.(sumber Ensiklopedia Nasional Indonesia)

Telaga Sarangan

Telaga Sarangan yang juga dikenal sebagai telaga pasir ini adalah sebuah telaga alami yang terletak di kaki Gunung Lawu, di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Berjarak sekitar 16 kilometer arah barat kota Magetan. Telaga ini luasnya sekitar 30 hektare dan berkedalaman 28 meter. Dengan suhu udara antara 18 hingga 25 derajat Celsius, Telaga Sarangan mampu menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahunnya. Telaga Sarangan merupakan obyek wisata andalan Magetan. Di sekeliling telaga terdapat dua hotel berbintang, 43 hotel kelas melati, dan 18 pondok wisata. Di samping puluhan kios cendera mata, pengunjung dapat pula menikmati indahnya Sarangan dengan berkuda mengitari telaga, atau mengendarai kapal cepat. Fasilitas obyek wisata lainnya pun tersedia, misalnya rumah makan, tempat bermain, pasar wisata, tempat parkir, sarana telepon umum, tempat ibadah, dan taman. Keberadaan 19 rumah makan di sekitar telaga menjadikan para pengunjung memiliki banyak alternatif pilihan menu. Demikian pula keberadaan pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai suvenir telah memberikan kemudahan kepada pengunjung untuk membeli oleh-oleh. Hidangan khas yang dijajakan di sekitar telaga adalah sate kelinci. Magetan juga tertolong dengan adanya potensi industri kecil setempat yang mampu memproduksi kerajinan untuk suvenir, misalnya anyaman bambu, kerajinan kulit, kerajinan sepatu, dan produk makanan khas seperti emping melinjo dan lempeng (kerupuk puli, yaitu kerupuk dari nasi). Telaga Sarangan juga memiliki layanan jasa sewa perahu dan becak air. Ada 51 perahu motor dan 13 becak air yang dapat digunakan untuk menjelajahi telaga. Telaga Sarangan memiliki beberapa kalender event penting tahunan, yaitu labuh sesaji pada Jumat Pon bulan Ruwah, liburan sekolah di pertengahan tahun, Ledug Sura 1 Muharram, dan pesta kembang api di malam pergantian tahun. Pemkab setempat tengah membuat proyek jalan tembus yang menghubungkan Telaga Sarangan dengan obyek wisata Tawangmangu di Kabupaten Karanganyar. Proyek pelebaran dan pelandaian jalan curam yang menghubungkan dua daerah tersebut diharapkan selesai tahun 2007. Obyek wisata ini dapat ditempuh dari Kota Magetan; dan lokasinya tak jauh dengan Air Terjun Grojogan Sewu, Tawangmangu (Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah). Pemkab Magetan juga ingin mengembangkan Waduk Poncol (sekitar 10 kilometer arah selatan Telaga Sarangan) sebagai obyek wisata alternatif.(sumber Ensiklopedia Nasional Indonesia)

Minggu, 10 Oktober 2010

Yadnya Kasada

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Suku Tengger

Pendeta Tengger di masa Hindia Belanda
Jumlah populasi
500.000.

Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
gunung Bromo, Jawa Timur

Bahasa
bahasa sehari hari mereka adalah bahasa Jawa

Agama
Sebagian besar Hindu dan minoritas beragama Islam, Buddha, dan Kristen.

Kelompok etnis terdekat
suku Jawa, Suku Bali
Suku Tengger (IPA: /tənggər/) adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, yakni menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.
Orang-orang suku Tengger dikenal taat dengan aturan dan agama Hindu. Mereka yakin merupakan keturunan langsung dari Majapahit. Nama Tengger berasal dari Legenda Roro Anteng dan Joko Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger, yaitu "Teng" akhiran nama Roro An-"teng" dan "ger" akhiran nama dari Joko Se-"ger".
Bagi suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Upacara ini juga sekaligus mengangkat seorang dukun,upacara berlangsung di Pure yg letaknya di kaki gunung Bromo pada malam hari sampai tengah malam dan pagi harinya diadakan larung sesaji di puncak gunung Bromo sehingga pada pagi hari puncak gunung Bromo sangat ramai pengunjung baik penduduk lokal maupun turis atau pendatang.